Laporan Kunjungan ke Museum Radya Pustaka :
Perjanjian Giyanti
Disusun oleh :
Intan Permata Sari (D1809032)
D3 Perpustakaan UNS
2011
Laporan ini berkaitan dengan:
- Isi Perjanjian Giyanti
- Latar belakang terjadinya Perjanjian Giyanti
- Kelanjutan Mataramm setelah Perjanjian Giyanti
- Barang berkaitan dengan Perjanjian Giyanti
- Isi Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti diadakan
di Desa Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Isi dari Perjanjian Giyanti ini
meliputi 9 pasal, yaitu :
a)
Pasal 1
Pangeran
Mangkubumi
diangkat sebagai Sultan Hamengku Buwono
Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah diatas
separo dari Kerajaan Mataram, yang diberikan kepada beliau dengan hak turun
temurun pada warisnya, dalam hal ini Pangeran
Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro.
b)
Pasal 2
Akan senantiasa diusahakan adanya
kerjasama antara rakyat yang berada dibawah kekuasaan Kumpeni dengan rakyat
kasultanan.
c)
Pasal 3
Sebelum Pepatih Dalem
(Rijks-Bestuurder) dan para Bupati melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka
harus melaksanakan sumpah setia pada Kumpeni di tangan Gubernur.
d)
Pasal 4
Sri Sultan tidak akan
mengangkat/memberhentikan Pepatih Dalem dan Bupati, sebelum mendapat
persetujuan dari Kumpeni.
e)
Pasal 5
Sri Sultan akan mengampuni Bupati
yang selama peperangan memihak Kumpeni.
f)
Pasal 6
Sri Sultan tidak akan menuntut
haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisiran, yang telah diserahkan Sri
Sunan Paku Buwono II kepada Kumpeni dalam Contract-nya pada tanggal 18
Mei 1746. Sebaliknya Kumpeni akan memberi ganti rugi kepada Sri Sultan 10.000
real tiap tahunnya.
g)
Pasal 7
Sri Sultan akan memberi bantuan pada
Sri Sunan Paku Buwono III sewaktu-waktu diperlukan.
h)
Pasal 8
Sri Sultan berjanji akan menjual
kepada Kumpeni bahan-bahan makanan dengan harga tertentu.
i)
Pasal 9
Sultan berjanji akan mentaati segala
macam perjanjianyang pernah diadakan antara raja-raja Mataram terdahulu dengan
Kumpeni, khususnya perjanjian-perjanjian 1705, 1733, 1743, 1746, 1749.
Perjanjian
ini dari pihak VOC ditanda tangani oleh N. Hartingh, W. van
Ossenberch, J.J. Steenmulder, C. Donkel, dan W. Fockens.
" Perlu ditambahkan Pepatih Dalem (Rijks-Bestuurder/Chief of
Administration Officer) dengan persetujuan residen / gubernur adalah
pemegang kekuasaan eksekutif sehari hari yang sebenarnya (bukan di tangan
Sultan).
- Latar belakang terjadinya Perjanjian Giyanti
Perjanjian Giyanti ini pada intinya
membahas tentang kesepakatan antara pihak Belanda, dalam hal ini VOC, dengan
pihak Mataram dan kelompok Pangeran Mangkubumi untuk mengakhiri konflik yang
terjadi diantara mereka. Tapi, secara tidak langsung perjanjian tersebut pada
akhirnya menguntungkan pihak VOC.
Perjanjian Giyanti dibuat oleh pihak
VOC, pihak Mataram, dan pihak kelompok Pangeran Mangkubumi. Pangeran
Sambernyawa tidak ikut dalam perjanjian ini.
Hal ini dikarenakan Pangeran Sambernyawa adalah
musuh besar Pangeran Mangkubumi. N.
Hartingh (Gubernur VOC
untuk Jawa Utara), mengadakan perundingan tertutup dengan Pangeran Mangkubumi pada
tanggal 22 September 1754.
Pangeran Mangkubumi didampingi oleh Pangeran
Notokusumo dan Tumenggung Ronggo. Hartingh didampingi Breton, Kapten Donkel,
dan sekretaris Fockens. Sedangkan yang menjadi juru bahasa adalah Pendeta
Bastani.
Pembicaraan pertama mengenai pembagian
Mataram. N. Hartingh menyatakan keberatan karena ada 2 pemimpin yang berkuasa dan mengusulkan agar
Mangkubumi jangan menggunakan gelar Sunan, dan menentukan daerah mana saja yang
akan dikuasai oleh beliau. Hartingh menawarkan Mataram sebelah
timur. Usul ini ditolak sang Pangeran.
Perundingan terpaksa dihentikan dan
diteruskan keesokan harinya. Pada 23
September 1754
akhirnya tercapai nota kesepahaman bahwa Pangeran Mangkubumi akan memakai gelar
Sultan dan mendapatkan setengah Kerajaan. Daerah Pantai Utara Jawa tetap
dikuasai VOC dan ganti
rugi atas penguasaan Pantura Jawa oleh VOC akan diberikan
setengah bagiannya pada Mangkubumi. Terakhir, Pangeran memperoleh setengah dari
pusaka-pusaka istana. Nota kesepahaman tersebut kemudian disampaikan pada Paku
Buwono III. Pada 4 November tahun yang sama, Paku
Buwono III menyampaikan surat pada Gubernur Jenderal VOC Mossel atas
persetujuan beliau terhadap
hasil perundingan Gubernur Jawa Utara dan Mangkubumi. Berdasarkan perundingan 22-23
September 1754
dan surat persetujuan Paku Buwono III maka pada 13 Februari
1755
ditandatangani 'Perjanjian di Giyanti yang ditandatangani di Desa Giyanti.
- Kelanjutan Mataram setelah Perjanjian Giyanti
Dalam perjanjian ini, oleh VOC, Mataram dibagi menjadi 2 wilayah, wilayah
timur yang berkedudukan di Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan diberikan
kepada Sunan Pakubuwono III, dan wilayah barat menjadi pusat pemerintahan
Kasultanan berkedudukan di Yogyakarta
diberikan kepada Pangeran Mangkubumi yang sekaligus diangkat menjadi Sultan
Hamengkubuwono I. VOC di dalam klausulnya, mempunyai hak untuk menentukan siapa
yang menguasai wilayah itu jika diperlukan. Perjanjian ini secara de facto dan
de jure juga menandai berakhirnya Kerajaan Mataram yang independen.
Perjanjian
Giyanti belum mengakhiri kerusuhan karena dalam perjanian ini kelompok Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) tidak
turut serta. Sebelum terjadi perjanjian tersebut, sebenarnya Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Sambernyawa berselisih dalam
memberantas VOC. Puncak perselisihan itu yaitu Pangeran Mangkubumi membelot dan
memihak VOC. Pemihakan itu dilakukan karena kekuatan bersenjata Pangeran Mangkubumi mengalami kekalahan yang
sangat telak dan Pangeran Mangkubumi tidak ingin kehilangan
kekuasaannya atas kekuatan bersenjatanya akibat kalah dengan Pangeran Sambernyawa. Dengan Perjanjian
Giyanti Pangeran Mangkubumi sudah bukan lagi sebagai
pejabat bawahan Paku Buwono III melainkan sebagai penguasa yang
demi alasan ketenteraman Kerajaan memainkan peran memerangi pemberontak.
Dengan
bersama sama VOC maka
musuh Pangeran Mangkubumi bukan lagi VOC melainkan Pangeran Sambernyawa sebagai musuh bersama VOC, Pakubuwono
III, dan Pangeran Mangkubumi).
Dari sejarah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kekuasaan merupakan salah satu faktor terjadinya perang saudara. kehancuran
kerajaan Mataram disebabkan
oleh perpecahan secara internal. Meski kerajaan itu sangat berjaya, bisa
mengalahkan dan memperluas
daerah kekuasaannya, tapi akhirnya hancur sendiri dari dalam, dari persaingan antara Pangeran Mangkubumi melawan
Pangeran Sambernyawa. Selanjutnya Pangeran Mangkubumi bekerja sama dengan VOC
untuk melawan Pangeran Sambernyawa dengan menandatangani perjanjian Giyanti.
Namun, Perjanjian itu malah mengakhiri kerajaan Mataram secara independen yang
pada akhirnya merugikan pihak kedua pangeran tersebut.
- Barang berkaitan dengan Perjanjian Giyanti
Barang-barang / naskah yang berkaitan dengan masa kejayaan
Mataram Islam sampai masa perjanjian Giyanti meliputi:
a) koleksi
keris kuno
b) senjata
tradisional
c) seperangkat
gamelan
d) wayang
kulit
e) pakaian
yang digunakan pada saat itu
meliputi pakaian atasan dan bawahan, blangkon, topi
yang dipakai sesuai dengan jabatan, samir (Keraton Surakarta menggunakan warna
kuning-merah, Keraton Mangkunegaran menggunakan warna hijau-kuning, Yogyakarta menggunakan
warna biru-kuning ) sebagai pengganti id card)
f) koleksi
keramik
g) koleksi talam
h) koleksi naskah kuno yang ditulis dengan tulisan jawa
kuno di lontar maupun kertas
i)
seperangkat alat
untuk nginang
j)
seperangkat alat
tenun beserta tempat duduknya
k) koleksi
mata uang pada zaman tersebut
l)
naskah perjanjian
Giyanti itu sendiri
m) makam raja di Imogiri
n) bangunan sanggabuana
o) dan
berbagai barang seni lainnya.
Sumber:
___. ___. Perjanjian Giyanti. http://id.wikipedia.org/wiki/Perjanjian_Giyanti.
Diakses tanggal 29 Desember 2011.
Izin salin bagian latar belakangnya, ya, kak. Terima kasih. >v<
ReplyDelete